Tembalang, Lensa-Pondok Pesantren Kyai Galang Sewu menyambut malam pergantian tahun Hijriah yang biasa disebut Malam Satu Suro. Peringatan ini dihadiri oleh santri, pengasuh, dan warga sekitar untuk melakukan tradisi malam satu suro “suronan” di Masjid Al-Ikhlas, Ahad (07/07).
Acara diawali dengan doa awal tahun yang dibaca sore hari menjelang maghrib, dan doa akhir tahun dibaca setelah sholat maghrib berjamaah yang dipimpin oleh pengasuh Pondok Pesantren Kyai Galang Sewu, K.H. Muhammad Nur Salafuddin, AH yang akrab dipanggil Bapak Salaf. Pembacaan doa tahun baru ini menjadi momen refleksi untuk mengevaluasi diri dan merencanakan langkah yang lebih baik ke depan. Selain itu, untuk mengajak setiap hati untuk berdialog, dan meningkatkan harmoni spiritual dengan Sang Pencipta.
“Doa ini bukan hanya ritual, tetapi untuk merenungi perjalanan setahun penuh dan sebagai ajang untuk memperbaiki diri,” pesan Bapak Salaf.
Acara puncak tradisi Satu Suro adalah dekahan, atau makan bersama. Dekahan ini menjadi simbol solidaritas yang dalam, dimana cerita, tawa, dan kebahagiaan sederhana terjalin.
“Dekahan mengingatkan kita bahwa kebersamaan adalah kekuatan,” kata seorang warga.
Sebagai penutup malam Satu Muharram, seluruh hadirin mengikuti tradisi tafa’ulan dengan minum susu putih setelah shalat sunnah tasbih dan sholat taubat berjamaah. Bapak Salaf menjelaskan bahwa, susu putih melambangkan kebersihan dan niat suci dalam menyambut tahun baru Hijriah. “Minum susu putih diawal yang mulia ini berharap dengan kebersihan dan kesucian diri kita.” tambahnya.
Tradisi Satu Suro di Pondok Pesantren Kyai Galang Sewu bukan hanya rutinitas tahunan, melainkan warisan budaya yang mengajarkan makna kehidupan yang lebih dalam. “Tradisi ini adalah pengingat bahwa dalam kehidupan, ada nilai-nilai yang harus dijaga dan diwariskan,” pungkasnya.
Fotografer : Tim Media
Penulis : Athia (KGS/Red)
Editor : Kiki (KGS/Red/Media)